Ada seorang putri yang menyayangi seorang prajurit yang memiliki cacat tubuh. Sang prajurit yang rendah diri selalu dihibur oleh sang putri. Sang putri jatuh cinta karena impian sang prajurit yang sempurna dan indah di mata sang putri. Impian akan masa depan, memiliki sebuah keluarga lengkap, untuk menutupi kecacatannya. Sang putri pun terbuai karena sang putri sesungguhnya merindukan kehidupan biasa saja seperti yang digambarkan sang prajurit. Ia tidak peduli dengan cacat sang prajurit dan berusaha mewujudkan mimpi itu karena rasa sayang dan impian dirinya untuk memiliki keluarga kecil bahagia.
Sang putri pun mulai merajut satu persatu benang mimpinya, untuk suatu saat menjadi sebuah lukisan indah. Sang putri tetap tersenyum dan menerima sang prajurit apa adanya. Dengan penuh kasih, sang putri terus memompa semangat hidup sang prajurit dengan satu mimpi mereka menuju bahagia.
Sang prajurit pun pada akhirnya luluh akan sang putri. Ia mulai merasakan kasih sayang sang putri yang senantiasa disampingnya. Sang prajurit tak sabar menunggu kehadiran sang putri pada saat mereka berjanji untuk bertemu. Sang prajurit selalu mengiyakan semua keinginan sang putri.
Namun, pada suatu hari, sang prajurit bertanya pada dirinya sendiri. Sebenarnya, perasaan apa yang selama ini ia rasakan terhadap sang putri? Apakah ini sayang? Cinta? Atau sebuah kenyamanan? Sang prajurit mulai bimbang. Ia mulai mengambil posisi menjauh dari sang putri, karena ia merasa ini bukan cinta.
Datanglah sang bunga anggun nan mungil yang mulai tumbuh di pekarangan rumah sang prajurit. Suatu sore ketika prajurit tengah memikirkan hatinya, sang bunga mulai menggoda prajurit dengan merah merekahnya yang menawan. Sang prajurit jatuh hati akan keindahannya. Setiap pagi, sang prajurit mulai melaksanakan ritual barunya yaitu menyirami pekarangan dimana sang bunga tumbuh. Sang bunga kecil pun bahagia karena merasa diperhatikan sang prajurit.
Sang putri yang melihat prajurit kesayangannya mulai jatuh hati pada bunga kecil juga tersentuh. Sang putri menilai sang bunga hanya tetaplah bunga yang hanya hadir di pekarangan rumah sang prajurit, bukan pekarangan hatinya.
Namun, sang putri salah. Sang prajurit ternyata mulai benar-benar tergila dengan sang bunga kecil tersebut. Ritual menyiraminya pun semakin bertambah, berharap sang bunga cepat tumbuh besar. Sang prajurit juga mulai menjual mimpinya kepada sang bunga.
Sang bunga kecil yang belum mengerti apa-apa hanya tersenyum. Baginya, dengan disiram oleh sang prajurit pujaannya, sudah lebih dari cukup. Karena ia tidak dapat bergerak kemana-mana, ia hanya mengetahui indahnya dunia lewat cerita sang prajurit.
Dan suatu hari, ketika dirasa cukup besar, sang prajurit mulai berpikir untuk membawa sang bunga pergi. Sang prajurit merasa hanya sang bunga yang mau mengerti semua ceritanya, termasuk kecacatannya. Sementara sang putri baginya hanyalah putri yang baik, yang pasti tak pantas untuknya.
Sang putri hanya menangis, ia tak menyangka sang prajurit ternyata pergi begitu saja dengan sang bunga yang tak bisa apa-apa. Sang putri tak habis pikir mengapa sang prajurit cacat tidak mau dengannya, padahal dirinya sudah menyerahkan segenap hati kepada sang prajurit. Sang prajurit lebih memilih bunga kecil dibanding sang putri.
Saya hanya ingin berkata kepada sang putri cantik tersebut:
Hai sang putri, janganlah bersedih. Karena dimanapun di dunia, sang putri hanyalah tercipta untuk sang pangeran, bukan prajurit cacat, bukan juga yang memilih bunga. Sang putri tetaplah putri. Sang prajurit cacat tetaplah hanya prajurit. Dan sang bunga juga tetaplah hanya bunga. Kalian tidak akan dapat bersatu. Karena itu, carilah pangeranmu, yang memang mencari putri dan akan menjadikanmu ratu.
Jakarta,13 September 2010
Untuk seorang sahabat, dengan penuh cinta.
Terima kasih atas cinta dan perhatiannya sahabatku Viola :)
0 komentar:
Posting Komentar